Minggu, 03 Maret 2013

KEJANG


PENGERTIAN
· Kejang adalah gangguan sistem SSP lokal atau sistemik sehingga kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling penting akan adanya suatu penyakit lain sebagai penyebab kejang.
· Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.
· Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu rectal diatas 38°C atau suhu tubuh diatas 39°C yang disebabakan oleh proses Ekstra Kranium (diluar rongga tengkorak).
· Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980),
· Kejang demam, dalam istilah medis dikenal sebagai febrile konvulsi, adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38oC), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar susunan saraf pusat). Penyakit ini paling sering terjadi pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.

ETIOLOGI
1. Gangguan vaskuler
a. Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b.Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub kranial atau subdural.
c. Trombosis
d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e. Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolisme
a. Hipokalsemia
b.Hipomagnesemia
c. Hipoglkemia
d. Amino Asiduria
e. Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia
g.Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
3. Infeksi
a. Meningitis
b.Enchepalitis
c. Toksoplasma kongenital
d. Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
a. Obat konvulsion
b.Tetanus
c. Echepalopati timbal
d. Sigelosis Salmenalis
5. Kelainan kongenital
a. Paransefali
b.Hidrasefali
6. Lain- lain
a. Narcotik withdraw
b.Neoplasma
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain :
1. Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak
2. Efek product toksik dari pada mikroarganisme ( kuman dan virus ) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Enhepalitis vital ( radang otak akibat virus ) yang ringan yang tidak diketahui atau enchepalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut diatas.

KLASIFIKASI
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Konvulsi akut ( Non rekuren)
Merupakan konvulsi yang sering terjadi pada neonatus. Seluruh tipe serangan konvulsi akut pada anak –anak dapat merupakan manisfestasi sementara penyakit akut yang melibatkan otak. Umumnya kejang demam terjadi setelah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2 – 3 tahun pertama insidennya terus menerus mencapai usia 6 – 8 tahun dan sesudah itu kejang itu menjadi jarang.
2. Konvulsi kronik ( Rekuren )
Dapat juga disebut epilepsi, terdapat 10 macam epilepsi :
a. Epilepsi Idiopatik
Gamabaran elektroenchepalografik terutama pada saat tidur, memperlihatkan abnormalitas umum pada 90 % anak dengan kejang idiopatik.
b. Epilepsi Organik
Dapat terjadi setelah kerusakan otak didapat pada masa pranatal, natal dan posnatal . anak sering memperlihatkan cacat motorik dan retardasi mental.
c. Epilepsi Tonik- Klonik
Kejang umum, datang spasme otot dengan fase tronik – klonik. Epilepsi ini dapat terjadi pada malam hari tanpa disadari klien.lidah atau gigi tergigit, nyeri kepala, darah dibantal atau tempat tidur basah oleh kemih dappat terjadi 1 – 2 hari.
d. Epilepsi ( Absenses )Petit Mal
Kehilangan kesadaran sementara, berputarnya bola mata ke atas, gerakan alis mata, kepala mengangguk , anggukan kepala sedikit gemetar pada otot – otot badan dan anggota tubuh.
e. Epilepsi Psikomotorik
Berupa gerakan motorik tetapi tidak berulang dan sering kompleks,sering didapatkan kepucatan disekitar mulut, pekikan nyaring atau usaha minta pertolongan dan lain- lain.
f. Kejang Partial Vokal ( Epilepsi Jackson )
Kejang ini dimulai pada suatu kelompok yang menyebar ke tempat lain, misalnya dari ibu jari ke jari yang lain, pergelangan tangan, lengan, wajah dan kemudian kaku yang sama.
g. Kejang Mioklonik Infantil
Terjasdi sebelum usia 2 tahun dibagi menjadi 2 yaitu :
· Jika tingkat perkemabangan tidak pernah normal terjadi pada usia 4 bulan, terdapat cacat serebelum kongenital atau sebab organik lainnya.
· Jika anak tumbuh normal sampai usia 6 bulan atau lebih, memiliki kemampuan motorik yang baik namun dengan kemampuan bahasa dan penyesuaian yang buruk dibanding usia kronologisnya.
h. Kejang Mioklonik dan Akinetik
Biasanya melibatkan satu kelompok otot dan dikaitkan dengan hilangnya tonis postural tubuh secara mendadak.
i. Kejang Noktural
Mimpi buruk dan tidur berjalan ( somnambolisme ) paling sering terjadi pada saat tidur nyensyak yaitu 1- 2 jam setelah istirahat.
j. Kejang Induksi
Dengan terapi obat saja biasanya tidak memuaskan. Setelah anak belajar menarik perhatian dengan cara ini, maka sulit untuk mengubah sifat ini.

GAMBARAN KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kabanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, vokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Menurut FKUI – RSCM Jakarta pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

PROGNOSIS
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas maka :
1. Dikemidian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 % dibandingkan bila terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 % saja.
2. Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhan dapat terjadi pada kejang fokal yang bersifat flaksit tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.

PENATALAKSANAAN
1. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila penderita datang dalam keadaan stsatus konfusifus, obat pilihan utama adalah Diazepam yang diberikan secara IV, keberhasilannya dapat menekan kejang sekitar 80-90 % dengan efek terapeutik yang sangat cepat. Dosis obat tergantung dari berat badan yaitu :
a. BB kurang dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam semprit 2,5 mg.
b. BB 10 – 20 kg : 0,5 mg /kg BB dengan minimal dalam semprit 7,5 mg.
c. BB diatas 20 kg : 0,5 mg /kg BB.
Biasanya dosis rata-rata yang terpakai 0,3 mg/kgBB tiap kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang.
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen bila perlu lakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR dan fungsi jantung harus diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk menilai adanya kelainan metabolik dan elektrolit. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan kompres alkohol dan es. Obat untuk hibernasi adalah Clorpromazin 2-4 mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis, Prometazon 4-6 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dan glukokortikoid.
3. Pengobatan rumatan.
Dibagi 2 bagian :
a. Profilaksis Intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari dengan memberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretik.
b. Profilaksis jangka panjang.
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis yang terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari.
4. Mencari dan mengobati penyebab.
Pasien yang datang dengan kejang demam sebaiknya dilakukan pemeriksaan intensif seperti :
a. Pungsi lumbal.
b. Darah lengkap.
c. Gula darah.
d. Elektrolit (Kalium,Magnesium, Natrium)
e. Faal hati
f. Foto tengkorak.
g. EEG
h. Enchepalografi
Patofisiologi
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.
            Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.
            Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit.

 Insidens
Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam.

Jenis Kejang
A. Kejang Parsial
 Kejang Parsial Sederhana
1.      Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
ü Tanda-tanda motoris→kedutaan  pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.
ü Tanda atau gejala otonomik→muntah   berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.
ü Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
ü Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.

Kejang parsial komplesk
1.      Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.
2.      Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan  bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3.      Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.


B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)
Kejang Absens
1.      Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2.      Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
3.      Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.
4.      Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.

Kejang Mioklonik
ü      Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak

Kejang MioklonikLanjutan
1.      Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
2.      Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.
3.      Kehilangan kesadaran hanya sesaat

Kejang Tonik-Klonik
1.      Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.
2.      Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3.      Tidak adan respirasi dan sianosis
4.      Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
5.      letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical

Kejang Atonik
1.      Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.
2.      Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

Status Epileptikus
1.      Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
2.      Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
3.      Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
4.      memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

  
Manifestasi Klinik
Lihat kotak menifestasi klinis

Komplikasi
1.         Pnemonia aspirasi
2.         Asfiksia
3.         Retardasi mental

Uji Laboratorium dan Diagnostik
1.         Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang.
1.1.    Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal
1.2.    Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin dindakasikan
2.         Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3.         MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan pemindaian CT.
4.         PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).
5.         Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan yang patologik).
6.         Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
6.1.    Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi.
6.2.    Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah trombosit.
6.3.    Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).
6.4.    Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.
6.5.    Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.

Penatalaksanaan Medis
Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.
            Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:
1.            Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml
2.            Fenitoin (Dilantin) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik 10-20mcg/ml
3.            Karbamazepin (Tegretol) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar tapeuretik: 4-12 mcg/ml
4.            Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml
5.            Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.
6.            Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.
7.            Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme infantile.

Intervensi Keperawatan
Kejang
1.            Lindungin anak dari cidera
1.1.    Jangan coba merestrein anak.
1.2.    Jika anak berdiri atau duduk sehingga dapat kemungkinan jatuh, turunkan anak tersebut agar tidak jatuh.
1.3.    Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak.
1.4.    Longgarkan pakaian bila ketat.
1.5.    Cegah anak agar tidak terpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin terbentur olah anak dan singkirkan semua benda tajam dari darah tersebut.
1.6.    Miringkan badan anak untuk menfasilitasi bersihan jalan napas dari secret.


2.            Lakukan observasi secara teliti dan catat aktivitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respons pengobatan.
2.1.      Waktu awitan dan kejadian pemicu.
2.2.      Aura (semacam peringatan akan terjadinya kejang).
2.3.      Jenis kejang atau deskripsi gerakan motoris dan tingkat kesadaran.
2.4.      Lamanya kejang.
2.5.      Intervensi selama kejang (Pemberian obat atau tindakan keselamatan).
2.6.      Fase Postical.
2.7.      Tanda-tanda vital.

Status Epileptikus
1.            Stabilkan kepatenan jalan napas:.lakukan pengisapan bila perlu.
2.            Beri tambahan oksigen 100 % melebihi masker.
3.            Siapkan jalur IV untuk pemberian terapi anti konvulsan atau obat lain; pada pemberian lorazepam, diazepam, fenitoin, atau fenobarbital, bersiaplah terhadap kemungkinan timbulnya depresi pernapasan dan penatalaksanaan jalan napas jika perlu.
4.            Pantau tanda-tanda vital.

Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah
1.            Beri penjelasan mengenai kejang dan jelaskan jika ada pemahaman yang salah.
2.            Tekankan pentingnya minum obat secara teratur dan pemeriksaan tidak lanjut pada dokter untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan dan efek samping sekecil apapun.
3.            Tuliskan bagi keluarga langkah-langkah penatalaksanaan bila kejang timbul dan kapan keluarga harus meminta bantuan perawatan bila darurat.
4.            Beri pedoman antisipatif sehubungan dengan keamanan.
4.1.    Sediakan gelang khusus yang menandakan kewaspadaan medis.
4.2.    Keamanan air—berenang hanya kawalan ketat seseorang kompoten (mengetahui tentang pertolongan penyelematan).
4.3.    Hindari tempat-tempat tinggi yang tidak terlendungi.
4.4.    Kemungkinan larangan menjalankan mesin-mesin tertentu, alat-alat panas, atau mobil.

5.            Bantu dalam proses pemahaman agar terbentuk konsep diri yang sehat.
6.            Rujuk ke Yayasan Epilepsi Indonesia untuk mendapatkan keterangan dan dukungan.
7.            Rujuk anak dan keluarga untuk dukungan dan konseling, bila perlu.

Hasil yang diharapkan
1.      Anak bebas dari cidera fisik.
2.      Aktivitas kejang dapat dicegah atau dikendalikan.
3.      Anak memiliki harga diri dan citra diri positif yang meningkatkan kesejahteraan.

KLASIFIKASI
Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata sekunder. Adapun yang termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan kejang atonik. 4

1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)
Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri,
2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)
Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik, tonik klonik atau absence seizure. Beberapa penyakit yang memberikan gambaran kejang generalisata antara lain : Benign Neonatal Convulsion, Benign Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence Epilepsy, Juvenille Absence Epilepsy, Juvenille Myoclonic Epilepsy. 1,5
Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal). 1
3. Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure). Cara pengelompokan ini masih diterima secara luas. 5

FISIOLOGI & PATOFISIOLOGI
Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah wajar. Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana neuron somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan protopatik atau propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca indera apabila neuron daerah korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya. 2
Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak. 1
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang. 2