PENGERTIAN
· Kejang adalah gangguan sistem SSP
lokal atau sistemik sehingga kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang
merupakan tanda paling penting akan adanya suatu penyakit lain sebagai penyebab
kejang.
· Kejang adalah gerakan otot tubuh
secara mendadak yang tidak disadari baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan
atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.
· Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu rectal diatas 38°C atau suhu tubuh diatas 39°C
yang disebabakan oleh proses Ekstra Kranium (diluar rongga tengkorak).
· Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizures (1980),
· Kejang demam, dalam istilah medis
dikenal sebagai febrile konvulsi, adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38oC), yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (di luar susunan saraf pusat). Penyakit ini paling sering terjadi pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.
ETIOLOGI
1.
Gangguan vaskuler
a. Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan
asfiksia yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b.Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan
di sub kranial atau subdural.
c. Trombosis
d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e. Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolisme
a. Hipokalsemia
b.Hipomagnesemia
c. Hipoglkemia
d. Amino Asiduria
e. Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia
g.Difisiensi dan ketergantungan akan
piridoksin.
3. Infeksi
a. Meningitis
b.Enchepalitis
c. Toksoplasma kongenital
d. Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
a. Obat konvulsion
b.Tetanus
c. Echepalopati timbal
d. Sigelosis Salmenalis
5. Kelainan kongenital
a. Paransefali
b.Hidrasefali
6. Lain- lain
a. Narcotik withdraw
b.Neoplasma
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kejang demam
antara lain :
1. Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak
2. Efek product toksik dari pada
mikroarganisme ( kuman dan virus ) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang
abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Enhepalitis vital ( radang otak akibat virus ) yang ringan
yang tidak diketahui atau enchepalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut
diatas.
KLASIFIKASI
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Konvulsi akut ( Non rekuren)
Merupakan konvulsi yang sering terjadi
pada neonatus. Seluruh tipe serangan konvulsi akut pada anak –anak dapat
merupakan manisfestasi sementara penyakit akut yang melibatkan otak. Umumnya
kejang demam terjadi setelah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2 – 3 tahun
pertama insidennya terus menerus mencapai usia 6 – 8 tahun dan sesudah itu
kejang itu menjadi jarang.
2. Konvulsi kronik ( Rekuren )
Dapat juga disebut epilepsi, terdapat
10 macam epilepsi :
a. Epilepsi Idiopatik
Gamabaran elektroenchepalografik
terutama pada saat tidur, memperlihatkan abnormalitas umum pada 90 % anak
dengan kejang idiopatik.
b. Epilepsi Organik
Dapat terjadi setelah kerusakan otak
didapat pada masa pranatal, natal dan posnatal . anak sering memperlihatkan
cacat motorik dan retardasi mental.
c. Epilepsi Tonik- Klonik
Kejang umum, datang spasme otot dengan
fase tronik – klonik. Epilepsi ini dapat terjadi pada malam hari tanpa disadari
klien.lidah atau gigi tergigit, nyeri kepala, darah dibantal atau tempat tidur
basah oleh kemih dappat terjadi 1 – 2 hari.
d. Epilepsi ( Absenses )Petit Mal
Kehilangan kesadaran sementara,
berputarnya bola mata ke atas, gerakan alis mata, kepala mengangguk , anggukan
kepala sedikit gemetar pada otot – otot badan dan anggota tubuh.
e. Epilepsi Psikomotorik
Berupa gerakan motorik tetapi tidak
berulang dan sering kompleks,sering didapatkan kepucatan disekitar mulut,
pekikan nyaring atau usaha minta pertolongan dan lain- lain.
f. Kejang Partial Vokal ( Epilepsi
Jackson )
Kejang ini dimulai pada suatu kelompok yang menyebar ke
tempat lain, misalnya dari ibu jari ke jari yang lain, pergelangan tangan,
lengan, wajah dan kemudian kaku yang sama.
g. Kejang Mioklonik Infantil
Terjasdi sebelum usia 2 tahun dibagi menjadi 2 yaitu :
· Jika tingkat perkemabangan tidak
pernah normal terjadi pada usia 4 bulan, terdapat cacat serebelum kongenital
atau sebab organik lainnya.
· Jika anak tumbuh normal sampai usia
6 bulan atau lebih, memiliki kemampuan motorik yang baik namun dengan kemampuan
bahasa dan penyesuaian yang buruk dibanding usia kronologisnya.
h. Kejang Mioklonik dan Akinetik
Biasanya melibatkan satu kelompok otot
dan dikaitkan dengan hilangnya tonis postural tubuh secara mendadak.
i. Kejang Noktural
Mimpi buruk dan tidur berjalan ( somnambolisme ) paling
sering terjadi pada saat tidur nyensyak yaitu 1- 2 jam setelah istirahat.
j. Kejang Induksi
Dengan terapi obat saja biasanya tidak
memuaskan. Setelah anak belajar menarik perhatian dengan cara ini, maka sulit
untuk mengubah sifat ini.
GAMBARAN KLINIS
Terjadinya
bangkitan kejang pada bayi dan anak kabanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP : misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, vokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf. Menurut FKUI – RSCM Jakarta pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana yaitu
1. Umur anak
ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang
berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam
pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaaan
saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan
EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan.
7. Frekuensi
kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
PROGNOSIS
Risiko yang
akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
faktor :
1. Riwayat
penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan
dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita kejang demam.
3. Kejang yang
berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3
faktor tersebut diatas maka :
1. Dikemidian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 % dibandingkan bila
terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang
tanpa demam hanya 2-3 % saja.
2. Hemiparesis
biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhan dapat terjadi pada kejang
fokal yang bersifat flaksit tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
PENATALAKSANAAN
1. Memberantas kejang secepat
mungkin.
Bila penderita datang dalam keadaan stsatus konfusifus, obat
pilihan utama adalah Diazepam yang diberikan secara IV, keberhasilannya dapat
menekan kejang sekitar 80-90 % dengan efek terapeutik yang sangat cepat. Dosis
obat tergantung dari berat badan yaitu :
a. BB kurang
dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam semprit 2,5 mg.
b. BB 10 – 20
kg : 0,5 mg /kg BB dengan minimal dalam semprit 7,5 mg.
c. BB diatas 20
kg : 0,5 mg /kg BB.
Biasanya dosis rata-rata yang terpakai
0,3 mg/kgBB tiap kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5
tahun dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh
dilupakan perlunya pengobatan penunjang.
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala miring untuk
mencegah aspirasi pada lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen bila perlu lakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan
lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu,
TD, RR dan fungsi jantung harus diawasi secara ketat. Cairan intravena
sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk menilai adanya kelainan metabolik
dan elektrolit. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi
dengan kompres alkohol dan es. Obat untuk hibernasi adalah Clorpromazin 2-4
mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis, Prometazon 4-6 mg/kgBB perhari dibagi
dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk
mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dan glukokortikoid.
3. Pengobatan rumatan.
Dibagi 2 bagian :
a. Profilaksis Intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari
dengan memberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretik.
b. Profilaksis jangka panjang.
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis yang terapeutik
yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
dikemudian hari.
4. Mencari dan mengobati penyebab.
Pasien yang datang dengan kejang demam
sebaiknya dilakukan pemeriksaan intensif seperti :
a. Pungsi lumbal.
b. Darah lengkap.
c. Gula darah.
d. Elektrolit (Kalium,Magnesium,
Natrium)
e. Faal hati
f. Foto tengkorak.
g. EEG
h. Enchepalografi
Patofisiologi
Kejang adalah perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan
sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat
dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau
umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi,
tergantung bagian otak yang terkena.
Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital,
factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam,
gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan
penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat
ditemukan penyebabnya.
Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang
terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya.
Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit.
Insidens
Sedikitnya kejang terjadi sebanyak
3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi
karena demam.
Jenis Kejang
A. Kejang Parsial
Kejang Parsial Sederhana
1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih
hal berikut ini:
ü Tanda-tanda motoris→kedutaan
pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang
sama.
ü Tanda atau gejala
otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.
ü Gejala somatosensoris atau sensoris
khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
ü Gejala psikik→dejavu, rasa takut,
sisi panoramic.
Kejang parsial komplesk
1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks.
2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan
aromatic—mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3. Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.
B. Kejang Umum (Konvulsif atau
Non-Konvulsif)
Kejang Absens
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik.
3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan
berkonsentrasi penuh.
4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering
sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik
ü
Kedutaan-kedutaan involunter pada
otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak
Kejang Mioklonik→Lanjutan
1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila
patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan
kaki.
2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi
didalam kelompok.
3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat
Kejang Tonik-Klonik
1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1
menit.
2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3. Tidak adan respirasi dan sianosis
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas
atas dan bawah.
5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
Kejang Atonik
1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.
2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.
Status Epileptikus
1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
Manifestasi Klinik
Lihat kotak menifestasi klinis
Komplikasi
1. Pnemonia aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG) →dipakai
untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang.
1.1. Diagnosis
epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal
1.2. Tidur
lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin
dindakasikan
2. Pemindaian CT→menggunakan kajian
sinar-X yang masih lebih sensitive dan biasanya untuk mendeteksi perbedaan
kerapatan jaringan.
3. MRI ( Magnetic Resonance
imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (regio fossa posterior dan
regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan pemindaian CT.
4. PET (Pemindaian positron emission
temography)→untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran darah dalam otak (mencakup
suntikan radioisotop secara IV).
5. Potensial yang
membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur sensoris dalam otak
(respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan yang
patologik).
6. Uji laboratorium→ berdasarkan
riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
6.1. Punksi
lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi.
6.2. Hitung
daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada kasus
yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah
trombosit.
6.3. Panel
elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali diperiksa
pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang dari 3
bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji
glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang
berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).
6.4. Skrining
toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
keracunan.
6.5. Pemantauan
kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan dan jika
kepatuhan pasien diragukan.
Penatalaksanaan Medis
Terapi
obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal
adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan
efek samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang,
sindromepileptik, dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar
kejang dapat dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75
% anak epilepsy.
Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya.
Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam
amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut
ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:
1.
Fenobarbital—indikasi kejang
mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik: 15-40
mcg/ml
2.
Fenitoin (Dilantin) →indikasi:
kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik
10-20mcg/ml
3.
Karbamazepin (Tegretol) →indikasi:
kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar tapeuretik: 4-12 mcg/ml
4.
Asam valproat (Depakane)—indikasi:
kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan
terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100
mcg/ml
5.
Primodon (Mysoline)—indikasi:
kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12
mcg/ml.
6.
Etosuksimid (Zarontin)—indikasi:
kejang absens.
7.
Klonazepam (Klonopin)—indikasi:
kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme infantile.
Intervensi Keperawatan
Kejang
1.
Lindungin anak dari cidera
1.1. Jangan
coba merestrein anak.
1.2. Jika
anak berdiri atau duduk sehingga dapat kemungkinan jatuh, turunkan anak
tersebut agar tidak jatuh.
1.3. Jangan
memasukkan benda apapun kedalam mulut anak.
1.4. Longgarkan
pakaian bila ketat.
1.5. Cegah
anak agar tidak terpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin
terbentur olah anak dan singkirkan semua benda tajam dari darah tersebut.
1.6. Miringkan
badan anak untuk menfasilitasi bersihan jalan napas dari secret.
2.
Lakukan observasi secara teliti dan
catat aktivitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respons
pengobatan.
2.1. Waktu awitan dan kejadian pemicu.
2.2. Aura (semacam peringatan akan terjadinya kejang).
2.3. Jenis kejang atau deskripsi gerakan motoris dan tingkat
kesadaran.
2.4. Lamanya kejang.
2.5. Intervensi selama kejang (Pemberian obat atau tindakan
keselamatan).
2.6. Fase Postical.
2.7. Tanda-tanda vital.
Status Epileptikus
1.
Stabilkan kepatenan jalan
napas:.lakukan pengisapan bila perlu.
2.
Beri tambahan oksigen 100 % melebihi
masker.
3.
Siapkan jalur IV untuk pemberian
terapi anti konvulsan atau obat lain; pada pemberian lorazepam, diazepam,
fenitoin, atau fenobarbital, bersiaplah terhadap kemungkinan timbulnya depresi
pernapasan dan penatalaksanaan jalan napas jika perlu.
4.
Pantau tanda-tanda vital.
Perencanaan Pulang dan Perawatan di
Rumah
1.
Beri penjelasan mengenai kejang dan
jelaskan jika ada pemahaman yang salah.
2.
Tekankan pentingnya minum obat
secara teratur dan pemeriksaan tidak lanjut pada dokter untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan dan efek samping sekecil apapun.
3.
Tuliskan bagi keluarga
langkah-langkah penatalaksanaan bila kejang timbul dan kapan keluarga harus
meminta bantuan perawatan bila darurat.
4.
Beri pedoman antisipatif sehubungan
dengan keamanan.
4.1. Sediakan
gelang khusus yang menandakan kewaspadaan medis.
4.2. Keamanan
air—berenang hanya kawalan ketat seseorang kompoten (mengetahui tentang
pertolongan penyelematan).
4.3. Hindari
tempat-tempat tinggi yang tidak terlendungi.
4.4. Kemungkinan
larangan menjalankan mesin-mesin tertentu, alat-alat panas, atau mobil.
5.
Bantu dalam proses pemahaman agar
terbentuk konsep diri yang sehat.
6.
Rujuk ke Yayasan Epilepsi Indonesia
untuk mendapatkan keterangan dan dukungan.
7.
Rujuk anak dan keluarga untuk
dukungan dan konseling, bila perlu.
Hasil yang diharapkan
1. Anak bebas dari cidera fisik.
2. Aktivitas kejang dapat dicegah atau dikendalikan.
3. Anak memiliki harga diri dan citra diri positif yang
meningkatkan kesejahteraan.
KLASIFIKASI
Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata sekunder. Adapun yang termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan kejang atonik. 4
1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)
Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri,
2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)
Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik, tonik klonik atau absence seizure. Beberapa penyakit yang memberikan gambaran kejang generalisata antara lain : Benign Neonatal Convulsion, Benign Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence Epilepsy, Juvenille Absence Epilepsy, Juvenille Myoclonic Epilepsy. 1,5
Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal). 1
3. Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure). Cara pengelompokan ini masih diterima secara luas. 5
FISIOLOGI & PATOFISIOLOGI
Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah wajar. Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana neuron somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan protopatik atau propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca indera apabila neuron daerah korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya. 2
Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak. 1
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang. 2
Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata sekunder. Adapun yang termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan kejang atonik. 4
1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)
Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri,
2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)
Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik, tonik klonik atau absence seizure. Beberapa penyakit yang memberikan gambaran kejang generalisata antara lain : Benign Neonatal Convulsion, Benign Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence Epilepsy, Juvenille Absence Epilepsy, Juvenille Myoclonic Epilepsy. 1,5
Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal). 1
3. Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure). Cara pengelompokan ini masih diterima secara luas. 5
FISIOLOGI & PATOFISIOLOGI
Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah wajar. Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana neuron somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan protopatik atau propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca indera apabila neuron daerah korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya. 2
Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak. 1
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang. 2